Sabtu, 05 November 2016

Permasalahan Aborsi pada UU Kesehatan

http://www.smartdetoxsynergy.xyz

Permasalahan Aborsi pada UU Kesehatan

Walau tak dengan nada bulat, Undang-Undang Kesehatan di setujui DPR 14 September lantas. Masalah nampak pada klausul aborsi. Pasal 84-85 berlogika, pada prinsipnya aborsi dilarang, namun ada perkecualian. Ihwal perkecualian ini dapat butuh dikritisi lagi, terlebih Pasal 85 mengenai sahnya aborsi sebelumnya kehamilan berumur enam minggu, dihitung dari hari pertama sesudah menstruasi paling akhir. Awal hidup manusiaPertanyaannya, apakah sebelumnya enam minggu pertama janin (embrio) itu bukanlah manusia? Apakah dia mempunyai martabat seperti kita manusia, serta memiliki hak asasi paling basic, yakni hak untuk hidup? Merujuk embriologi, hidup manusia diawali mulai sejak pembuahan, mulai sejak sperma serta ovum berjumpa. ”Sejak pembuahan, kehidupan manusia baru telah diawali. Berikut awal hidup tiap-tiap kita sebagai pribadi unik” (Moore and Persaud, The Developing Human : Clinically Oriented Embryology, 2007). Biologi juga menerangkan, manusia berkembang dari step embrionik sampai waktu kematian alamiahnya (banding N Austriaco, On Static Eggs and Dynamic Embryos : A Systems Perspective, NCBQ 2002). Jadi, dari pojok ilmiah, janin tak perlu menunggu berminggu-minggu untuk ”menjadi manusia”. Ia yaitu manusia mulai sejak pembuahan. Janin juga telah adalah manusia dalam sistem bertumbuh kembang. Memanglah waktu lihat tampilan janin muda, kita bakal terperanjat lantaran yang terlihat ”hanya” seperti sel, berbeda dengan kita hingga dengan ”aman” kita melegitimasi aborsi pada saat janin masihlah muda. Berikut sesungguhnya pola fikir dibalik klausul UU Kesehatan 2009 yang berargumen kalau sah lakukan aborsi. Perumusan klausul ini disebabkan ketidakkritisan pada perubahan tehnologi, terlebih berkaitan reproduksi manusia. Klausul ini memiliki kandungan pemikiran yang sangat materialistis pada inti manusia. Janin dikira sebagai beberapa kumpulan molekul tidak bermartabat. Dengan hal tersebut, apakah kita tengah mendefinisi lagi eksistensi kita sebagai manusia? Like begets like, prinsip ini yang bakal senantiasa valid. Spesies yang satu mustahil menurunkan spesies lain. Apa yang bukanlah manusia tak dapat jadi manusia dalam perubahannya. Manusia menurunkan manusia. Awalannya, kita semuanya berbentuk sama dengan janin. Jadi, walau tidak sama rupa, janin yaitu manusia, sesama kita. Hak untuk hidupDalam Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia (PBB) dijelaskan, ”Martabat yang tercantum dalam pribadi manusia serta hak-hak yang sama serta mutlak dari semuanya anggota keluarga manusia jadi basic kemerdekaan, keadilan, serta perdamaian didunia. ” Kita juga tegas mengaku martabat serta hak asasi manusia ini. Mengingat janin yaitu manusia, jadi ia mempunyai martabat serta mengemban hak-hak asasi yang sama juga dengan kita, terlebih hak untuk hidup. Menyerang janin dengan aborsi bermakna menyerang martabat yang menempel pada kemanusiaan sesama. Kita tak dapat tinggal diam waktu martabat sesama dirampas orang lain. Kita mesti jadi nada untuk janin yang belum bisa bertemura. Dilaporkan, berlangsung 30 juta-50 juta praktek aborsi per th. di 56 negara yang melegalisasi hal semacam itu. Ini adalah serangan kemanusiaan lantaran manusia membunuh sesamanya yang lemah. Bila kita melegitimasi serangan ini, tak ada argumen lagi untuk kita untuk menampik perang, pembunuhan, perbudakan, penindasan, serta permasalahan norma sosial yang lain. Karenanya, kehidupan manusia baru dalam rupa janin dalam rahim ibu pantas disambut dengan hormat. Bila tidak berhasil menghormati martabat manusia dalam rupa janin, kita juga pastinya akan tidak berhasil menghormati martabat orang lain. Mudah-mudahan tak. Benny Phang Dosen Norma ; Anggota Centro Internazionale San Alberto, Roma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar